Kamis, 30 Mei 2013

It's about ngapakers


Entah kebetulan atau suatu keharusan garis kehidupan menyeret gue ke belantara Semarang. Ibu kota provinsi Jawa tengah yang terkenal dengan lumpia dan wingko babatnya. Satu lagi, Semarang gak kalah sama Jakarta, sama- sama panas, kipas angin di kostan selalu on, dan gue mempunyai hobi baru, minum es. Letak geografis Semarang yang berada dibawah permukaan laut menyebabkan sering terjadinya rop.
       
Bokap & nyokap gue ngapak, mereka bersinergi, disilangkan lahirlah gue ngapak kuadrat. Tapi sengapak-ngapaknya gue, gaya bicara gue gak seperti Kartika Putri yang di pesbuker. Lidah gue bisa beradaptasi dengan kondisi sosial budaya dimana gue tinggal.        Diantara sekian juta manusia yang tinggal di kota atlas, pertemuan gue dengan manusia berdarah ngapak selalu meninggalkan kesan. Puluhan manusia yang berasal dari spesies ngapak banyak gue jumpai di belantara semarang ini. Terkadang gue merasa ada chemistry setiap kali bertemu dengan manusia berdarah ngapak.

Ini tentang mbak penjual kue bandung. Gue heran kenapa martabak manis di Semarang dinamakan kue bandung? Padahal di Bandung belum tentu namanya kue bandung. Iya gak? Kalau di Malang martabak manis disebut terang bulan. Gue suka martabak manis karena gue dan martabak manis memiliki persamaan yaitu sama – sama manis. Huahahahahaha *ngakak sambil goyang itik

“Ni, kue bandung yang di pinggir jalan raya itu enak lho..”
“Oh, ya…” gue sedikit gak percaya. Sesampainya disana Tita duduk di kursi pelanggan yang telah disediakan. Sedang gue berdiri disebelah kanan mbak penjual kue bandung, memesan dan memperhatikan cara kerja mbak tersebut mulai dari membuat adonan, sampai mengemasnya. Serasa ada chemistry gue talking dari hati ke hati sama mbak tersebut. Seandainya mbak itu cowok jomblo unyu, gue pasti langsung fall in love in first sight sama dia. Mata gue gak berkedip sedikit pun. Mbak tersebut bercerita kalau dia sudah bersuami dan punya anak. Penampilannya yang modis, polesan make up menipu gue, tadinya gue pikir mbaknya masih lajang. Itu pertama kalinya gue bertemu & beli kue bandungnya tapi udah kaya tetangga sendiri. Sampai akhirnya setelah ngobrol ngalor- ngidul, gue tahu mbaknya asli Brebes.  “Oalahh, ngapak juga tho?”. “Iya mbak..Hehehehe..”gue nyengir dengan indahnya. Sejak saat itu gue jadi langganan kue bandung sama mbaknya, apalagi kue bandungnya enak lho, kue bandung terenak yang pernah gue makan di kota atlas ini.

Siang itu gue ditemani Garfield “folding bike” kesayangan gue menyusuri jalan Tlogosari raya. Disepanjang jalan banyak di jumpai pusat perbelanjaan dan pedagang emperan. Waktu itu yang gue cari tukang jahit yang biasanya mangkal di pinggir jalan. Gue menghampiri seorang bapak tukang jahit.
“Pak, minta tolong ganti resleting tas & jeans ini” gue menunjukkan bagian tas & jeans gue yang rusak secara berjamaah.
“Iya, tapi jadinya besok ya soalnya ngantri” jawab si bapak.
“Ehm, kalau sorean bisa gak pak?” gue menawar. Si bapak melihat tumpukan jahitannya, sepertinya mengira-ira apakah dia sanggup memenuhi permintaan gue.
“Ya, tapi malam jam 8an ya..”
“Oh ya, makasih pak..” gue berlalu meninggalkan si bapak tukang jahit.

Sore harinya Tita ngajakinn gue shopping. Peribahasa yang cocok untuk anak kostan adalah bersenang- senang dulu, susah kemudian. Shopping- shopping dulu, melarat kemudian. Setelah puas shopping gue menghampiri bapak tukang jahit. Dengan balutan helm pink unyu gue bertanya, “Pak, jahitannya udah?”
“Udah, ini..” Si bapak menunjukkan tas & jeans yang sudah di jahit rapi.
“Berapa pak?” tanya gue
“13 ribu. Asli Purwokerto ya?”. Gue deg-degan. “Please, jangan bilang muka gue mirip tempe mendoan” gue berdoa dalam hati.
“Iya, kok tahu pak..” gue harap- harap cemas
“Itu plat motornya R” jawab si bapak. Diseberang jalan tampak Tita duduk manis di motornya lengkap dengan helm ungunya.
“Lho, bapak asli mana?” tanya gue penasaran
“Pemalang..”. Dalam hati gue, “ngapak juga ternyata..”
“Makasih ya pak…”

Apalagi gue perhatikan jumlah warteg begitu menjamur di Indonesia. Dari tiga sample warteg, prediksi gue 100% benar bahwa warteg yang merupakan singkatan dari warung tegal itu yang punya ngapak. Warteg pertama terletak lima belas langkah dari kostan. Inilah tempat pertolongan pertama ketika gue lapar tingkat kecamatan. Pemilik dan semua karyawannya ngapak. Warteg kedua, sesuai instruksi detective conan gue mengamati dengan seksama mbak pemilik warteg waktu dia beli pulsa di counter gak jauh dari kostan. Ya, ampun logatnya ngapak banget. Gak perlu kenalan juga udah tahu bahwa dia berasal dari spesies ngapak. Warteg ketiga, gue gak sengaja dengar mbak-mbaknya ngobrol pakai bahasa ngapak. Akhirnya gue berkesimpulan beberapa tahun kedepan ngapak akan menjadi bahasa nasional kedua setelah bahasa Indonesia.

Cerita lain, pada suatu malam minggu gue JJM (jalan-jalan malam) tanpa tujuan. Mengurung diri dikamar buat seorang jomblo hanya akan menambah depresi. Gue mengayuh “Garfield” folding bike yang sangat gue sayangi dan gue banggakan menyusuri jalan tanpa tujuan. . Sampailah gue di pertigaan jalan, gue menghampiri penjual molen, digerobaknya tertera tulisan aneka molen. Ada rasa nanas, coklat, pisang, dll yang jelas gak ada rasa cowok ganteng. “Mba, sepedanya jangan parkir disitu? Itu buat jalan..”. Gue mengayuh sepeda dan meletakkanya di sebelah kanan mas penjual molennya. Kali ini lebih dekat dengan si mas penjual molen. Gue pun antri sampai satu per satu pembeli yang lebih dulu antri pergi. Tibalah gue dipanggil sama pak dokter. Hahaha, gak..gak.. maksudnya penjual molen tadi.
            

“Mas, molennya sepuluh ribu campur ya?”. Si mas penjual molennya mengangguk, tanda bahwa dia ngerti. “Mbaknya asli semarang?”tanya mas penjual molen. Gue langsung deg- degan jangan- jangan muka gue mirip mendoan sampai-sampai dia tahu gue bukan asli orang sini.
           
“Bukan.. Purwokerto mas..”jawab gue harap- harap cemas. Gue berharap dia gak bisa menirukan gaya ngomong sok ngapak seperti mas- mas yang gue jumpai di salon waktu nemenin mpo indun (temen kost gue) smoothing.  “Oohh…tahu purworejo gak?” mas penjual molen mengambil beberapa molen dan menaruhnya di kertas.
            “Tahu.. sampean asli situ mas?” tanya gue
            “Bukan, molen..!!!”
Mas penjual molen  menyerahkan sekantong plastik, kita pun ngakak berjamaah.
            “Hahahaha.. ya akulah masa molen..”
 “Hahahaha… makasih ya mas..” Gue menerima kantong plastik molen, menyerahkan uang sepuluh ribu dan berlalu meninggalkan mas penjualan molen.


Begitu banyak ngapakers yang gue jumpai, mulai dari tukang siomay yang biasanya lewat depan kostan. Sampai pak Jarot seorang accounting yang bekerja di harian suara merdeka.
“Ibu asli Banjar negara, bapak juga asli Banjar negara. Bapak dapat kerjanya disini sih makannya tinggalnya disini” istri pak jarot menjelaskan asal- usulnya. Gue pernah ditawarin kerja di warnetnya.

Ngapakers yang baru- baru ini gue jumpai itu pak Agus, bapak yang menyewakan sepatu roda di simpang lima. Siapa sih yang gak tahu simpang lima? Sebenarnya gue jarang maen ke simpang. Ada beberapa alasan kenapa gue jarang maen kesimpang, salah satunya karena gue itu masih jomblo jadi gak ada pacar yang ngajakin *nyesek. Sebagian golongan remaja menjadikanya sebagai tempat pacaran. Ya, begitulah adanya, jaman sekarang memang jarang sekali anak muda yang menerapkan gaya pacaran yang sopan dan terdidik. Sedikit sekali yang bisa menghormati dan menghargai perasaan kaum tuna asmara seperti gue. Gue cuma bisa melirik sinis kalau ada muda- mudi pacaran gak sopan. *jomblo

Pertama kali ke simpang waktu gue menjalani ritual sebagai new comer di kota atlas ini. Diajak jalan- jalan sama Tita, ini lho semarang, ini lho simpang lima, ini lho cowok ganteng *Lho. Tita bak ibu guru geografi memaparkan dengan detail kondisi fisik kota atlas mulai dari letak astronomis, kondisi geografis dan keadaan sosial budayanya. Bahkan hal yang gak terlalu penting pun gue pelajari dari Tita. Dia udah kaya search engine buat gue. Dialah orang pertama yang gue tanyain kalau ada hal- hal yang gue gak ngerti, dia jugalah orang yang sering gue repotin selama gue menghirup nafas di kota ini. Kasihan banget nasibnya.
“Ni, bau cowok ganteng ya?”
“Masa sih?” Gue mendengus kaya kucing unyu lagi nyari kucing ganteng. “Oooh…” jawab gue.
“Tuh kan bau cowok ganteng” Tita menegaskan.
Gue diam, dibalik kata “Oooh…” sebenernya gue itu bingung karena yang dari tadi yang gue cium itu bau gas karbon monoksida yang dihasilkan knalpot motor yang dari tadi lewat di jalan raya. Sesuai dengan jam yang telah disepakati, sampailah gue & Tita di simpang lima. Malam itu kita janjian mau dugem (duduk-duduk gembira) bareng sama pak Aris (orang audit Surabaya)di simpang lima. Beberapa bulan sekali beliau ke semrang untuk mengaudit cabang perusahaan yang di semarang.
“Pak Aris udah nyampe mana?” tanya gue ke Tita
“Katanya sih tadi masih di hotel”  Tita menjawab.
Tiba- tiba terdengar suara hape berdering. Tita mengambil hape di tasnya. “Haloo….”
“Iya, dari hotel pak Aris belok kiri terus…bla bla bla” Tita menjelaskan. Gue langsung tebak kalau itu telponnya dari pak Aris.
“Ayo, kita muter dulu yuk..” dengan nada sedikit nada kesal Tita menutup hape dan menaruhnya di tas. Pak Aris datang terlambat.
“Yuk…” jawab gue. Duduk manis di simpang lima itu sudah terlalu mainstream. Baru beberapa langkah berjalan, “Ni, katanya kamu pengen maen sepatu roda?”. Gue memandangi sekeliling, banyak berjajar rapi sepatu roda, skuter, sepeda yang disewakan. “Pengen sih,,” belum sempat gue meneruskan kata- kata, seorang bapak berambut ikal menghalangi langkah kita. “Eh, ada mba- mba cantik, mau nyobain sepatu roda?”. Si bapak menyeret tangan dan menyuruh kita duduk disamping sepatu roda yang berjejer rapi .
“Pak, ini satu jamnya 15ribu ya?” seru Tita. Tita udah lama tinggal di Semarang jadi wajar kalau dia tahu harga pasaran sewa sepatu roda di simpang lima. Nama bapak itu pak Agus, dan gak ada alasan buat gue untuk menolak apalagi setelah gue tahu ternyata dia berdarah ngapak juga sama seperti gue. Pak Agus memanggil satu lagi temannya untuk mengajari Tita, sedang gue diajarin pak Agus langsung. Jadi selama belajar sepatu roda bahasa yang gue gunakan campur sari banget. Gue sama sekali gak malu menggunakan bahasa kebanggan gue itu. Bahkan jika kelas gue bersuami seorang bule asal finlandia pun gue akan selalu ingat bahasa ibu, tempat dimana gue dilahirkan dan di besarkan. Entah untuk keberapa kalinya gue bertemu dengan orang yang berasal spesies ngapak di belantara Semarang ini.
“Arep nganggo sing licin apa pemula?” tanya pak Agus.
“Pemula bae lah pak..”jawab gue dengan logat ngapak juga. Pak Agus mencari sepatu roda yang cocok buat gue dan memasangkanya di kaki gue. Gue dipaksa berdiri sama pak Agus.
“Pak, nyong wedi..” gue teriak- teriak histeris kaya orang mau diperkosa.
“Ora usah wedi, nyong tanggung jawab. Dijamin sejam wis langsung bisa” pak Agus meyakinkan. Lima menit kemudian pak Agus menghilang entah kemana.
“Kepriwe sih pak? Jarene tanggung jawab” gue menggerutu dalam hati. Ntar kalau gue hamil siapa yang tanggung jawab? Eh, salah maksudnya kalau jatuh gimana? Gue tetap semangat belajar sepatu roda sendirian.
Prakk…!! gue jatuh. “Aduhh..”gue mengerang kesakitan.
            “Mbak, nek gak iso ganti wae?” seorang anak kecil yang lagi maen skuter nyamperin gue.
           “Opone seng diganti?”. Anak kecil itu gak jawab, malah pergi ninggalin gue sambil ketawa- ketiwi gak sopan. Gue berusaha berdiri, melihat sekeliling. Untung gak ada satu pun yang gue kenal. Dari kejauhan gue lihat Tita masih belajar sama mas- masnya. Gue mencari- cari pak Agus. Eh, si bapak malah lagi makan sambil baca koran. Ternyata pak Agus melihat gue jatuh, dari kejauhan dia memberi isyarat menyuruh gue untuk berdiri. Gue berdiri, terus berjuang belajar sepatu roda seorang diri. Anak kecil yang tadi nyamperin gue, malah ketagihan nggodain gue. Seolah dia berharap gue jatuh, dan dia bisa ngakak sepuasnya.
            “Mbak, nek gak iso ganti wae?”
           “Opone seng diganti?” dari tadi gue masih bingung. Anak kecil itu gak jawab masih tetap ketawa- ketiwi ngeliatin gue.
            “Eh, kowe iku ojo nakal..”. Anak kecil itu terus mengganggu gue.
            “Sopo seng nakal mba?”
       “Kamu pasti masih SD ya? Sekolahmu nang ndi? Sesuk tak parani lho..” dengan nada sedikit mengancam kaya preman pasar johar.
            “SMP mba. SMP An Nur Pedurungan situ. Tahu gak mbak? Mbake rumahnya dimana?”
            “Mau tahu aja, atau mau tahu banget?”
            “Ih gitu..” anak kecil itu agak sedikit kecewa.
          
Malam itu gue sama Tita di godain sama anak kecil ingusan itu. Belum sempat gue mengadakan upacara pengangkatan dia sebagai adik gue, dia sudah menghilang di telan bumi. Selepas kepergian anak kecil itu, sekelompok mas- mas SKSD menghampiri gue dan Tita. “Tita..Tita…!!!” Gue teriak- teriak, menyemangati Tita yang lagi asyik maen sepatu roda. Sekelompok mas- mas itu ternyata sedang menjalani diklat di BPIP semarang, semacam diklat pelayaran gitu. Ternyata banyak yang ngapak juga lho. Ada yang dari pemalang sama purbalingga. Gue belajar dari mereka gimana cara maen sepatu roda.
            “Ngesuk tanggal 16 juni bocah undip arep pada ngumpul nang kene..” pak agus memberitahu.
         “Oohh…” gue mengangguk. “Jangan-jangan pak Agus punya perkumpulan organisasi ngapak ya?” pikir gue dalam hati
            “Ngesuk ngeneh maning ya? Nek kowe nggawa kanca lima, nko gratis”.
           “Iya..” gue cukup mengiyakan
       “Pak, njajal praktek pak maen sepatu roda” seru Tita. Pak Agus gelagapan,  “Ya, emohlah nko kencot…” pak agus mencari alasan.
          “Ngomong bae ora teyeng mbok..” jawab gue serempak sama Tita
          “Hehehhehe..” pak Agus nyengir kuda.
Kita ngakak berjamaah. Serasa malam itu adalah malam perayaan hari ngapak sedunia.

Sabtu, 18 Mei 2013

Absurd

Ingin melihat apa yang ingin aku lihat
Ingin mendengar apa yang ingin aku dengar
Ingin merasakan apa yang ingin aku rasa
Ingin semua yang indah di hatiku

Tapi aku bisa gila bila terus memikirkan ini
Saat jauh hati kita terasa dekat
Saat dekat hatimu berpenjaga
Oh, serasa dipermainkan oleh takdir

Setan disebelah kiri meyuruh ku melakukan aksi lempar pisau
Malaikat disebelah kanan berkata, "Jangan....!!!"
Setan terus merayu, malaikat menyadarkan
Aaarrgghhh...!!!!

Oh, tuhan.. kenyataan ini sungguh absurd
Siapa yang harus aku persalahkan?
Mungkin dia terlalu bodoh
Terlalu bodoh untuk mengartikan perasaanku

Wahai jiwa yang absurd
Hapuskanlah perasaanku
Bunuhlah cintaku
Akhiri penderitaanku

Terus berjalan melupakan
Kau, bayanganmu & semua tentangmu absurd
Bahkan mencintaimu pun absurd
Absurd, sungguh absurd


Minggu, 12 Mei 2013

Long Distance Relationship

Long Distance Relationship (hubungan jarak jauh), hubungan dalam hal ini gue artikan pacaran. Apa yang dimaksud dengan pacaran. Gue yakin kalian udah pada tahu pengertiannya so gue gak perlu jelasin panjang lebar kali tinggi kaya volume bak kamar mandi kostan gue. 

Beberapa hari ini gue lagi research tentang LDR. Berawal dari jalinan kasih temen gue 'Paijo-Siti' (nama gue samarkan). Mereka berdua itu temen gue. Siti lebih muda dua tahun dari gue, gue udah anggap siti temen sekaligus adek gue sendiri. Gue sering ngasih siraman rohani ke dia. Bisa dibilang gue ikut berperan penting di awal kisah cinta mereka.

Jadi gini cerita, Paijo tiba- tiba sms gue, nyari- nyari info tentang siti. Sampai akhirnya gue berkesimpulan paijo udah fall in love sama siti. Sebagai manusia yang berjiwa sosial tinggi akhirnya gue berusaha membantu men-comblangkan 'paijo-siti' samapai akhirnya mereka jadian. Ya, itu untuk pertama kalinya gue menekuni profesi sebagai mak comblang dan sukses. 

Singkat cerita, setahun berlalu gue udah gak bareng mereka lagi. Paijo menemukan pekerjaan baru, siti juga demikian. Paijo- Siti LDRan. Ditempat yang berbeda gue masih menjaga hubungan baik degan siti. Gue dan siti masih sering sms-an dan telpon- telponan. Apalagi jejaring sosial 'facebook' sering siti gunakan sebagai diary online. Gue tahu keseharian siti. Ya, siti itu udah kaya artis dimana setiap yang dia lakukan, apa yang dia rasakan dituangkan dalam sebuah status di facebook. Mau bikin rujak update status, mau mandi update status, untungnya kalau mau boker dia gak update status. 

Suatu hari gue memperhatikan status siti di facebook menunjukan kegalauan tingkat nasional. Siti mengakhiri kisah cintanya dengan Paijo. Relationship di facebook dia ganti berpacaran dengan cowok lain yang gue gak kenal. Begitu juga dengan foto profilenya, dia memasang PP mesra dengan cowok barunya. Tak ingin merasakan rasa penasaran terlalu lama, tanpa pikir panjag gue langsung mewawancarai siti via sms.
"Sit, kamu udah putus sama paijo? itu yang di FB pacar baru kamu apa?" tanpa basa- basi gue langsung to the point. Hahahahanjirr, siti gak bales sms gue. Gue pikir dia marah karena sms gue begitu menyentuh hati.

Dua hari kemudian, Pagi itu gue dibangunkan oleh sms siti yang begitu cetar membahenol kaya cendol. 
"Mbak..." itulah sms siti yang begitu singkat, padat dan sedikit membingungkan. Gue yakin dia pasti lagi sedih.
Gue pun membalas, "Yup, kenapa?". Siti bak artis memulai konferensi persnya via sms.
"Mbak, aku udah putus sama paijo"
"Lho, kenapa?"
"Aku udah gak kuat mbak, aku udah 4 bulan gak diapelin. Maaf mba..."

Ya ampun siti baru LDRan 4 bulan aja udah gak kuat, gue yang jomblo menahun aja masih sehat wal afiat. Terima kasih tuhan ternyata gue itu jomblo sehat dan kuat yang tak terkalahkan, pikir gue dalam hati.
Gue terus mewawancarai siti sampai akhirnya gue tahu pacar baru siti dan semua pertanyaan di otak gue terjawab.
"Mbak, emang pertemanan di facebook bisa di hapus?" 
"Bisa, emang kenapa? mau remove FBnya paijo?" tanya gue cerdas
"Paijo yang remove FB ku mbak..."
"Oh,  mungkin dia gak kuat liat PP kamu". Hipotesis gue paijo ingin move on dari siti dengan me-remove FBnya siti.

Guys, gak mau kan LDRan berakhir 4 bulan kaya "Paijo-Siti". Nih hal- hal yang harus kalian perhatikan ketika LDR-an.

- Rasa saling percaya
Rasa saling percaya menjadi landasan utama dalam menjalin suatu hubungan. Ibarat cinta itu rumah maka 'saling percaya' menjadi tiag penyangganya. Jika tiang penyangganya kokoh maka rumahnya pun kokoh. Begitu pun dengan cinta. Jadi ciptakan rasa saling percaya tapi janagan samapai disalahgunakan.

- Komitmen
Lengkapi rasa saling percaya kalian dengan komitmen. Komitmen ini harus dipegang teguh dan dijunjung tinggi oleh kalian. Jangan sampai berpindah haluan.

-Komuikasi
Komunikasi merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam dunia LDR. Ciptakan komunikasi intensif dengan pasangan kalian karena komunikasi merupakan jembatan penghubung untuk mendekatkan jarak yang berjauhan.

-Ketemuan
LDR dengan tidak diimbangi intensitas pertemuan akan bertemu pada satu titik yang disebut perselingkuhan. Hati- hati ya..!!  kuatkan hati & iman kalian. Buatlah jadwal pertemuan dengan pasangan kalian.

-Semua tergantung yang menjalankan
Segala sesuatu tergantung siapa yang menjalankannya. Mau ending yang kaya gimana? LDR dengan happy ending atau sad ending? Gue yakin kalian tahu bagaimana harus bersikap untuk mewujudkan ending tersebut.

Thanks for reading :)